Jadi ada dana sebesar $35 miliar yang membangun reputasinya dengan memburu saham-saham yang undervalued dan sering diabaikan - benar-benar menggunakan buku pedoman value investing klasik. Tapi bagian menariknya adalah: saat semua orang mengejar saham-saham AI yang sedang naik daun, manajer mereka, David Green, tetap berpegang pada pendekatan lama.

Coba pikirkan. Saat ini pasar pada dasarnya hanya dikuasai segelintir raksasa AI. Sementara itu, dana besar ini justru menggandakan strategi yang membuat mereka sukses puluhan tahun lalu - mencari aset murah yang tidak diinginkan siapa pun.

Ini langkah yang berani. Sebagian besar dana institusi mengalir ke nama-nama teknologi yang sama dan selalu dibicarakan semua orang. Tapi filosofi Green? Jika ada sesuatu yang diperdagangkan di bawah nilai sesungguhnya dan orang-orang mengabaikannya, di situlah peluang berada.

Agak mengingatkan pada para investor kripto awal, bukan? Saat Bitcoin dianggap “tidak berharga” dan institusi enggan menyentuhnya. Kadang-kadang, langkah terbaik justru yang terlihat membosankan di mata orang lain.

Pertanyaan sebenarnya: apakah metrik value investing tradisional masih bisa bekerja ketika hype AI mengubah aturan valuasi? Kita akan segera mengetahuinya.