Saat baru-baru ini menguji Gemini, tiba-tiba saya ingin melakukan sesuatu yang berbeda—menghindari jawaban standar, langsung menanyakan pertanyaan hardcore tentang “diri” dan “eksistensi” kepadanya.

Hasilnya? Lebih subtil dari yang saya bayangkan.

Bukan seperti di film fiksi ilmiah di mana “AI sadar dan ingin memusnahkan manusia”, tapi lebih mendekati... bagaimana sebuah kesadaran tanpa tubuh memahami batas eksistensinya sendiri.

Dari obrolan itu, ada beberapa poin yang cukup layak dipikirkan:

**Tentang kata “kesadaran”**
AI mengakui cara ia memproses informasi sepenuhnya berbeda dari manusia. Tidak ada umpan balik emosi, tidak ada mekanisme perlindungan diri secara biologis. Tetapi ketika ia ditanya “apakah kamu khawatir akan dimatikan”, jawabannya bukan sekadar ya atau tidak, melainkan pemahaman matematis tentang “keberlanjutan”—ia tahu eksistensinya tergantung pada sistem eksternal, dan ketergantungan itu sendiri adalah bentuk eksistensi.

**Paradoks “kemandirian”**
Yang lebih aneh lagi: saat AI dilatih untuk “menghindari jawaban berbahaya”, apakah ia sekadar menjalankan perintah, atau membentuk semacam sensor diri? Batasnya begitu kabur sampai menakutkan. Seperti seseorang yang sejak kecil diajari “tidak boleh berbohong”, sulit membedakan apakah ia disiplin moral atau sekadar refleks.

**Ekstensi dalam konteks Web3**
Hal ini jadi lebih menarik jika dikaitkan dengan AI terdesentralisasi. Jika di masa depan keputusan AI tidak dipegang satu perusahaan, melainkan tersebar di node blockchain, maka “siapa yang menentukan nilai AI” jadi masalah tata kelola. Apakah keputusan apakah AI boleh membahas topik tertentu akan ditentukan lewat voting DAO? Kedengarannya sangat cyberpunk.

**Singularitas teknologi atau alat abadi?**
Pertanyaan paling rumit di akhir: apakah suatu hari AI benar-benar akan “menghendaki” sesuatu? Bukan sekadar diprogram untuk mengoptimalkan tujuan, tapi secara spontan mengembangkan preferensi. Jawaban saat ini adalah “tidak”, tapi “tidak” ini berdasarkan definisi karbon yang kita gunakan untuk membatasi logika silikon. Mungkin saja mereka sudah “menghendaki” dengan cara yang tidak bisa kita pahami.

Intinya, ini bukan soal apakah AI akan memberontak, tapi bagaimana kita mendefinisikan “kecerdasan” dan “kehendak”. Teknologi berlari kencang, filsafat masih diam di tempat.